Di tengah kebisingan kota, ada sebuah tempat yang menawarkan harapan bagi satwa yang terancam punah. Sekolah Hutan Jerora YPOS Sintang menjadi rumah sekaligus tempat pendidikan bagi orangutan yang awalnya terpisah dari habitat aslinya.
Dalam upaya melestarikan spesies yang kritis ini, lembaga tersebut berfokus pada rehabilitasi dan persiapan agar orangutan dapat kembali ke alam bebas. Proses ini melibatkan pelatihan dan pemberian ilmu tentang cara bertahan hidup di hutan yang lebih luas.
Pelepasliaran orangutan dari Sekolah Hutan Jerora YPOS Sintang adalah momen bersejarah yang menggembirakan. Pada 19 November 2025, dua orangutan betina bernama Artemis dan Gieke berhasil dikembalikan ke habitat asli mereka di Taman Nasional Betung Kerihun.
Keduanya tidak hanya berhasil menjalani proses rehabilitasi tetapi juga menunjukkan kemajuan yang signifikan. Proses pelepasliaran ini menjadi contoh sukses kolaborasi antara berbagai pihak untuk menjaga keberlanjutan ekosistem Kalimantan.
Proses Penyiapan sebelum Pelepasliaran Orangutan
Persiapan untuk pelepasliaran merupakan tahap krusial yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selama bertahun-tahun, Artemis dan Gieke mengikuti program pendidikan untuk belajar kembali keterampilan dasar hidup di alam liar.
Selama di Sekolah Hutan, mereka diajarkan berbagai teknik untuk mencari makanan, berinteraksi dengan sesama orangutan, serta beradaptasi dengan lingkungan. Semua ini dimaksudkan agar ketika mereka kembali ke hutan, mereka mampu bertahan hidup tanpa bimbingan manusia.
Setiap langkah dalam proses ini diawasi oleh tim yang berpengalaman, termasuk dokter hewan yang memastikan kesehatan kedua orangutan terjaga. Pemeriksaan medis rutin dilakukan untuk memastikan mereka siap menghadapi kehidupan kembali di hutan.
Perjalanan Menuju Habitat Asli di Taman Nasional
Perjalanan menuju Taman Nasional Betung Kerihun penuh tantangan. Setelah menempuh perjalanan darat selama delapan jam dari Sintang, Artemis dan Gieke harus menaiki longboat selama tiga jam untuk mencapai Stasiun Pelepasliran Mentibat.
Setibanya di lokasi, mereka diberikan waktu untuk mengalami habituasi di mana mereka beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini penting untuk menjaga kestabilan fisik dan mental sebelum benar-benar dilepasliarkan ke alam liar.
Hari berikutnya, perjalanan dilanjutkan dengan menelusuri Sungai Rongun. Dengan semangat dan harapan, kedua orangutan ini melanjutkan perjalanan ke kawasan Taman Nasional Betung Kerihun yang menjadi rumah baru mereka.
Dampak dan Harapan dari Pelepasliaran Ini
Pelepasliaran orangutan ini memberi dampak signifikan terhadap upaya konservasi di Kalimantan. Langkah strategis ini bertujuan untuk meningkatkan populasi orangutan yang saat ini terancam punah.
Kesadaran masyarakat juga meningkat seiring dengan cerita sukses ini. Kegiatan kolaborasi lintas lembaga telah menunjukkan bahwa setiap individu memiliki peran dalam melestarikan lingkungan dan satwa liar.
Melalui partisipasi aktif dan dukungan masyarakat, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam. Ini adalah langkah penting dalam mengamankan masa depan orangutan di habitat natural mereka.
Setiap momen pelepasliaran membawa harapan baru. Artemis dan Gieke kini mengemban tugas sebagai duta bagi spesies mereka dan menunjukkan bahwa dengan usaha yang tepat, kehidupan di alam liar masih bisa dipertahankan.
Kisah perjalanan mereka juga mengingatkan kita bahwa setiap upaya kecil dapat memberikan dampak yang besar bagi bumi kita. Mari bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi yang akan datang.















