Kisah yang menarik sering kali terinspirasi dari mitologi dan budaya lokal, membawa penonton dalam perjalanan emosional dan visual yang mendalam. Salah satu contoh yang menonjol adalah pementasan yang diadaptasi oleh komunitas seni, Bumi Bajra. Mereka mempersembahkan lakon bertajuk “Hyang Ratih: Ode untuk Bulan, Perempuan, dan Semesta,” yang digelar di Festival Musikal Indonesia.
Pementasan ini berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dan berhasil menarik perhatian banyak penonton. Cerita yang disajikan berakar dari mitologi Bali, menjadikannya unik dan kaya akan nilai-nilai budaya lokal.
Di tengah lautan narasi yang kaya, kisah ini berfokus pada sosok Kala Rau, seorang raksasa yang terjerat dalam konflik kosmik. Dalam upayanya untuk mencapai keabadian, Kala Rau berusaha melakukan penipuan yang mengubah jalannya takdir.
Menelusuri Cerita Kala Rau dan Dewa-dewa Dalam Pementasan
Kisah Kala Rau dimulai ketika para dewa mengadakan pembagian tirta keabadian, yang menawarkan kesempatan langka untuk memperoleh kekuatan abadi. Namun, ambisi Raja Dewata ini justru menjerumuskannya dalam masalah ketika ia berusaha menyamar sebagai salah satu dewa untuk mendapatkan tirta tersebut.
Dalam pementasan, komposer Pulau Dewata, Ida Made Adnya Gentorang, mengungkapkan betapa pentingnya karakter Dewi Ratih dalam keseluruhan cerita. Ketika Dewi Ratih, yang melambangkan bulan, menyadari penyamaran tersebut, kemarahan para dewa seketika meledak.
Akibat dari tindakannya, Kala Rau mengalami konsekuensi berat. Dewa Wisnu, yang sangat berkuasa, mengambil tindakan drastis untuk menghentikannya, sehingga kepalanya dipenggal. Ini menciptakan sedikit ketegangan di dalam cerita, menarik perhatian penonton untuk melihat bagaimana skenario ini berlanjut.
Konsekuensi dari Tindakan Kala Rau dalam Mitos
Setelah kehilangan tubuhnya, yang tersisa hanya kepala Kala Rau. Di dalam pementasan, ia mengambil peran sebagai sosok yang menyimpan dendam terhadap dunia. Hal ini menjadi latar belakang mitos yang menjelaskan fenomena gerhana bulan, yang diyakini sebagai usaha Kala Rau untuk “memakan” bulan.
Dia berusaha menuntut balas pada Dewi Ratih, yang menjadi simbol kegelapan dan cahaya. Konfilik ini tidak hanya meliputi pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, tetapi juga menghadirkan pertanyaan penting tentang keabadian dan bagaimana tindakan ambisius dapat membawa konsekuensi jauh lebih besar dibandingkan harapan awal.
Karya Bumi Bajra mempersembahkan notasi musikal yang menggambarkan emosi dari setiap karakter, menciptakan atmosfer yang terasa hidup. Penonton diundang untuk merasakan ketegangan yang terjadi di antara para dewa dan dapat merasakan keresahan di dalam jiwa Kala Rau.
Persiapan Singkat namun Mengesankan dalam Pementasan
Pementasan tersebut menjadi keberhasilan luar biasa meskipun persiapan dilakukan hanya dalam waktu singkat. Tim Bumi Bajra berlatih selama seminggu dengan sesi intensif yang berfokus pada koreografi dan musikal.
Ida Made Adnya Gentorang menekankan pentingnya tim dalam mempersiapkan pementasan yang berkualitas tinggi. Dengan waktu yang terbatas, mereka harus bekerja sama secara efektif untuk menciptakan pameran seni yang memukau.
Dalam diskusi tentang persiapan, mereka menjelaskan bahwa meskipun tantangan ada, semangat kolaboratif antar anggota tim berhasil memunculkan energi dan kreativitas yang menjadi inti dari pertunjukan tersebut.
Menginterpretasikan Pesan Melalui Seni
Bumi Bajra memiliki pandangan unik tentang pementasan seni, yaitu bahwa pesan tidak harus tersampaikan secara seragam di antara penonton. Hal ini dimaksudkan untuk memberdayakan audiens agar dapat menafsirkan langsung cerita sesuai perspektif mereka masing-masing.
Dengan pendekatan ini, penonton tidak hanya sebagai pengamat, tetapi juga sebagai bagian dari pengalaman seni. Setiap orang diundang untuk memberikan makna baru terhadap kisah yang diceritakan, menjadikan pementasan ini lebih dari sekadar tontonan.
Ketika penonton merasakan dan merenungkan, mereka berkesempatan untuk menuangkan pemikirannya sendiri, menciptakan dialog yang menarik antara karya seni dan audiens. Pendapat dan sudut pandang yang muncul dari setiap individu membentuk pengalaman yang unik dan tak terlupakan.
















