loading…
Gen Z ternyata menyimpan kepedulian mendalam dan gagasan brilian yang mereka tuangkan lewat esai. Foto: Djarum Foundation
BALI – Di tengah berbagai perdebatan mengenai fenomena brainrot atau “pembusukan otak” dan stigma negatif terhadap generasi ini, sejumlah mahasiswa-mahasiswi dari seluruh penjuru Indonesia justru menawarkan solusi cerdas. Dalam sebuah panggung intelektual yang bergengsi di Bali, mereka tidak hanya berani bersuara, tetapi juga menganalisis masalah yang mungkin terabaikan dalam percakapan sehari-hari.
Acara ini merupakan puncak dari Essay Contest Beswan Djarum 2024/2025, di mana para peserta tampil dengan ide-ide yang mampu menantang stereotip. Di balik aktifitas mereka dalam dunia digital, Gen Z sejatinya mempunyai kepedulian dan wawasan yang mendalam terhadap isu-isu penting bangsa.
Kesehatan Mental Ibu Pasca-Melahirkan Penting untuk Diperhatikan
Salah satu suara paling lantang dalam ajang tersebut datang dari Utin Richa Rinjani, mahasiswa Universitas Tanjungpura, Pontianak. Ia memilih untuk mengangkat isu yang seringkali dianggap tabu: kesehatan mental ibu setelah melahirkan atau yang dikenal dengan istilah baby blues.
Utin menjelaskan bahwa kesehatan mental ibu adalah topik yang penting namun masih jarang dibahas secara terbuka. Dalam presentasinya, ia menekankan bahwa di balik penampilan tangguh seorang ibu, terdapat sisi yang rentan dan membutuhkan perhatian.
“Setiap ibu berhak mendapatkan perhatian dan dukungan untuk kondisinya. Tidak hanya dilihat dari keleluasaannya merawat anak, tetapi juga dari kesejahteraan mentalnya,” tegas Utin.
Melalui argumennya, ia berhasil menyentuh hati banyak pendengar yang hadir dalam acara tersebut. Patahan-patahan diskusi tentang kesehatan mental ibu seharusnya tidak hanya menjadi topik lokal, melainkan isu global yang perlu diperhatikan bersama.
Pentingnya dukungan emosional dan sosio-kultural bagi ibu-ibu tersebut menjadi inti dari pesan Utin. Ia berharap bahwa wanita yang baru melahirkan tidak merasa sendirian dalam menghadapi tantangan baru dalam hidup mereka.
Generasi Muda Mengusulkan Solusi untuk Mengatasi Stigma
Isu stigma terkait kesehatan mental diangkat pula oleh peserta lainnya, yang menawarkan pendekatan alternatif untuk menangani masalah ini. Mereka menciptakan ruang aman bagi para ibu untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan dari rekan-rekan sebaya.
Dalam presentasi mereka, muncul proposal tentang pembentukan kelompok dukungan di komunitas lokal. Inisiatif ini bertujuan untuk memberikan wadah bagi para ibu untuk berbagi ceritera dan menemukan solusi bersama.
“Kita harus menciptakan ruang yang aman untuk berdialog. Dengan mendengar dan mendukung satu sama lain, kita bisa mendobrak stigma yang menghalangi kita,” kata salah satu peserta lain, menyampaikan gagasannya mengenai pentingnya komunitas.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa generasi muda tidak hanya sekadar mengkritik, tetapi juga aktif berpartisipasi dalam menciptakan solusi nyata bagi masalah yang ada di masyarakat. Ini adalah bentuk nyata dari kepedulian sosial yang tinggi.
Melalui keterlibatan dalam program-program seperti ini, mereka berkontribusi dalam upaya menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih sehat bagi generasi mendatang.
Inovasi dalam Pendidikan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Beberapa peserta lainnya turut memperkenalkan gagasan inovatif di bidang pendidikan yang diharapkan dapat membantu generasi muda menjalani masa depan lebih cerah. Salah satu ide yang diusulkan adalah sistem pembelajaran yang lebih inklusif dan berorientasi pada kebutuhan siswa.
Menurut mereka, sistem pendidikan yang ada saat ini banyak yang tidak berhasil menjawab tantangan yang dihadapi anak-anak masa kini. Materi pelajaran sering kali dianggap tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, para peserta mengajak untuk mencari keterkaitan antara pendidikan dan isu-isu sosial yang lebih luas. Dengan mengedepankan kurikulum yang relevan, mereka berharap dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar anak-anak.
“Pendidikan harus adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” tegas salah satu peserta yang mengusulkan revitalisasi kurikulum tersebut.
Seruan ini tidak hanya menjadi tumpuan harapan bagi generasi muda, tetapi juga menjadi panggilan bagi pendidik dan pengambil kebijakan untuk berpikir lebih kreatif dalam menciptakan kesenjangan pendidikan yang lebih kecil di masa depan.