Di tengah perkembangan dunia olahraga, khususnya pole dancing, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh para penari di Korea Selatan. Meskipun disiplin ini semakin populer dan mendapat pengakuan, stigma dan pelecehan yang dialami para penari menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya menerima keberadaannya.
Di Studio OhHaUn Pole Dance yang terletak di Distrik Yangcheon, Seoul, instruktur Kim Si-yeon berbagi pandangannya mengenai industri ini. Ia menekankan bahwa meski pole dancing kini dilihat sebagai olahraga, kenyataan di lapangan masih sarat dengan masalah sosial dan stigma yang mendalam.
Pole Dancing: Antara Olahraga dan Stigma Sosial
Banyak orang cenderung mengasosiasikan pole dancing dengan sesuatu yang berbau seksual. Hal ini menciptakan tantangan bagi para penari yang ingin menunjukkan bahwa mereka berlatih untuk tujuan kebugaran dan keterampilan. Kim menegaskan bahwa pole dancing memerlukan penguasaan teknik yang mendalam dan tidak semudah yang dilihat oleh orang luar.
Ia menjelaskan, “Seseorang perlu berlatih secara konsisten selama lebih dari satu tahun agar dapat menunjukkan keterampilan tingkat tinggi.” Dalam kelas, siswa tidak hanya belajar gerakan, tetapi juga membangun kepercayaan diri dan kekuatan fisik. Namun, prasangka negatif sering kali menghantui mereka.
Menurut Kim, pelecehan sering kali muncul dalam bentuk pesan tidak pantas yang diterima oleh instruktur dan murid. Situasi ini kian membuat lingkungan latihan menjadi tidak nyaman. Ia menambahkan, “Bahkan di tengah malam, kami masih menerima panggilan yang menanyakan tentang kemungkinan tampil secara tidak pantas.”
Kejahatan dan Pelecehan dalam Dunia Pole Dancing
Tidak hanya stigma sosial, kejahatan juga mengancam dunia pole dancing di Korea. Di satu sisi, ada banyak penari yang berusaha keras untuk menunjukkan bahwa mereka adalah atlet sungguhan. Namun, di sisi lain, ada individu yang dengan sengaja mencari cara untuk melecehkan mereka. Kasus kriminal seperti ini semakin memperburuk citra olahraga ini.
Baru-baru ini, seorang pria di Busan dijatuhi hukuman karena tertangkap basah melakukan tindakan mesum sambil mengawasi wanita di studio. Ini menunjukkan betapa rentannya para penari terhadap tindakan kriminal saat mereka berlatih. Sementara itu, seorang pelaku lain di Seoul dijatuhi hukuman enam bulan penjara karena menguntit kelas pole dance.
Kasus-kasus ini menimbulkan keprihatinan yang besar bagi komunitas penari. Mereka tidak hanya takut terhadap pelecehan, tetapi juga kekhawatiran akan keamanan diri saat melakukan latihan. Situasi ini memerlukan perhatian lebih dari pihak berwenang agar para penari dapat berlatih dengan aman tanpa merasa terancam.
Upaya Meningkatkan Citra Pole Dancing sebagai Olahraga
Meskipun banyak tantangan, beberapa pihak mencoba untuk mengubah pandangan publik tentang pole dancing. Mereka berusaha untuk menekankan bahwa ini adalah kegiatan olahraga sejati yang memerlukan keterampilan dan dedikasi. Peningkatan kesadaran ini menjadi penting untuk merangkul lebih banyak orang agar menerima pole dancing.
Komunitas penari juga berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang manfaat olahraga ini. Program-program yang menampilkan pertunjukan dan kompetisi sering diadakan untuk menarik perhatian publik. Dengan cara ini, diharapkan pole dancing bisa dipandang sebagai kegiatan positif yang meningkatkan kesehatan fisik dan mental.
Pada akhirnya, pemahaman yang lebih baik tentang pole dancing dapat membantu mengurangi stigma yang melekat. Dengan terus berusaha menunjukkan sisi positif dari olahraga ini, komunitas penari berharap dapat membuka ruang untuk dialog yang lebih konstruktif dengan masyarakat.