Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia telah mengonfirmasi bahwa sebanyak 97 warga negara Indonesia (WNI) terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di Kamboja pada 17 Oktober 2025. Kerusuhan ini berakar dari semakin maraknya kasus penipuan online yang melibatkan WNI di luar negeri, yang telah menjadi isu serius dalam beberapa tahun terakhir.
Direktur Perlindungan WNI dari Kemenlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa mereka telah memantau situasi langsung dan memberi perhatian penuh terhadap kondisi WNI yang terlibat. Dia menegaskan komitmen pemerintah dalam melindungi warganya yang berada di luar negeri.
“Dari 97 WNI yang terlibat, 86 orang saat ini sedang menjalani proses di kantor polisi di kota Chrey Thum, provinsi Kandal, sementara 11 orang lainnya mendapat perawatan di rumah sakit,” ungkap Judha saat konferensi pers di Jakarta.
Menurut Judha, semua korban dalam kondisi hidup dan belum ada laporan mengenai kematian. Meskipun demikian, empat orang di antara mereka telah ditahan karena diduga terlibat dalam kekerasan terhadap sesama WNI.
KBRI Phnom Penh, juga telah memberikan bantuan logistik dan pendampingan hukum kepada mereka yang terlibat. “Kami berkoordinasi dengan pihak berwenang setempat untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi,” tambah Judha.
Penipuan Online dan Dampaknya bagi WNI di Luar Negeri
Kerusuhan yang terjadi di Kamboja ini menunjukkan betapa seriusnya kasus penipuan online yang melibatkan WNI. Judha mengungkapkan bahwa sejak tahun 2020, lebih dari 10.000 WNI terlibat dalam kasus penipuan tersebut di 10 negara, termasuk Kamboja dan Myanmar. Jumlah ini terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan internet.
Dari total tersebut, sekitar 1.500 orang teridentifikasi sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sementara itu, banyak di antara mereka juga menyadari risiko yang dihadapi saat pergi ke luar negeri demi mencari pekerjaan dengan imbalan gaji tinggi.
“Tidak semua WNI yang terlibat adalah korban TPPO,” kata Judha. “Banyak yang secara langsung berangkat tanpa memahami konsekuensi dari pekerjaan yang mereka pilih, sehingga terjebak dalam jaringan penipuan.”Â
Judha menegaskan bahwa sebagian besar dari mereka tidak memiliki prosedur resmi untuk bekerja di luar negeri. Kebanyakan berangkat menggunakan visa turis dan tanpa kontrak kerja yang sah.
“Dari 10 ribu kasus, tidak satu pun yang menandatangani kontrak kerja di Indonesia. Semua berangkat dengan bebas visa wisata dan akhirnya banyak yang mengalami masalah seperti overstay,” jelasnya.
Modus Penipuan yang Perlu Diwaspadai oleh WNI
Kasus penipuan online ini juga sering melibatkan modus-fraud seperti love scam. Dalam modus ini, pelaku membuat akun palsu dengan identitas fiktif untuk menarik perhatian korban secara emosional. Setelah mendapatkan kepercayaan, pelaku lalu mengarahkan korban untuk berinvestasi atau melakukan transaksi yang tidak nyata.
Judha juga memberikan peringatan kepada masyarakat agar tetap waspada terhadap ujung penipuan yang mungkin tampak menarik di media sosial. “Jangan langsung percaya jika ada akun yang tampaknya menarik, bisa jadi itu bukan orang yang sebenarnya,” ujarnya.
Hal ini menekankan pentingnya edukasi masyarakat mengenai penipuan online yang terus berkembang. Kesadaran dan pengetahuan bisa menjadi senjata ampuh untuk melindungi diri dari berbagai bentuk penipuan.
Dalam beberapa kasus, para WNI yang terlibat berangkat dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, kenyataan yang mereka hadapi sering kali jauh berlawanan dengan harapan, membuat mereka terjebak dalam situasi yang berbahaya.
Judha selanjutnya meminta kepada para WNI untuk lebih jeli dan berhati-hati dalam mencari pekerjaan di luar negeri. “Pastikan untuk menggunakan jalur resmi dan tidak tergiur dengan iming-iming pekerjaan yang menjanjikan,” tambahnya.
Pentingnya Perlindungan WNI di Luar Negeri oleh Pemerintah
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memberikan perlindungan bagi WNI yang berada di luar negeri. Hal ini termasuk memberikan bantuan hukum, dukungan logistik, dan restorasi hak-hak mereka yang terlibat dalam kasus penipuan atau tindak kriminal lainnya.
KBRI juga aktif melakukan dialog dengan pemerintah setempat untuk memastikan hak-hak warganya dipenuhi dan membantu mereka mendapatkan keadilan. Judha menegaskan, prioritas utama tetap pada keselamatan dan kesejahteraan WNI di luar negeri.
Dengan pendekatan yang proaktif, pemerintah berharap dapat mencegah terjadinya lebih banyak kasus serupa di masa depan. Edukasi dan penyuluhan tentang bahaya penipuan online juga menjadi bagian penting dari strategi ini.
“Kami selalu siap memberikan bantuan dan dukungan kepada WNI yang membutuhkan,” kata Judha. “Kami menginginkan agar setiap WNI merasakan perlindungan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.”
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan ke depan, kasus penipuan online yang melibatkan warga negara Indonesia dapat berkurang, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih aman dan sejahtera di mana pun berada.














